Desa Wisata Cau Belayu
Jl. Ancutan, Cau Belayu, Kec. Marga, Kabupaten Tabanan, Bali 82181 View Location
Desa Cau Belayu pada mulanya, berasal dari daerah Belayu, Kecamatan Marga yangawal mula penduduknya berasal dari wilayah Banjar Ca dari Desa Rangkan WewidananSukawati. Pada abad 16 Masehi masyarakatCau hidup rukun dan damai, lalu desa ini kedatangansesorang pendeta yang bernama Ida Pedanda Sakti Watulumbang keturunan dari Dang
Hyang Niratha,(Paranda Sakti Wawurauh). Kedatangan Beliau disambut baik oleh penduduk Banjar Cau Belayu. Disaat-saat tenangnya kehidupan warga bersama gurunya (Ida Pedanda SaktiWatulumbung), tiba-tiba mendadak Banjar ini terjangkit wabah penyakit ngutah bayar yang kinikita kena dengan nama Muntaber, hingga menelan banyak korban. Setelah diteluduri lebih lanjutternyata wabah ini berasal dari perbuatan aneluh Nerengjana, anesti yang disinyalir oleh Dane KiBalian Batur . Hal ini sangat mencemaskan warga Banjar Cau, sehingga dengan tekad bulatmaka mereka meninggalkan kampong halamannya dengan membawa semua harta benda dankepemilikannya, seperti : Pura-pura, Sanggah dan Merajan (Bungkah Ikang Rat) menuju sebuahKerajaan Mengewi yang berjarak sekitar 12 Km.Sesampai disana ternyata disambut baik oleh Raja Mengwi. Akhirnya mereka hidupaman dan tentram hingga ratusan tahun, dengan memberi nama tempat tinggalnya Desa CauWewidangan Mengwi(daerah Belayu sekarang),namun secara tiba-tiba mereka
mendengar bahwa Kerajaan Mengewi terkalahkan. Karena takut dan resah maka warga Desa Cau inimengungsi kembali di ujung utara KecamatanMargamenuju Desa Tuwadan membentuk BanjarCau. Tak lama kemudian Warga Cau menengok kembali kampong halamannya ternyata telah ditempatioleh penduduk baru yang berasal dari Carangsari, Abiansemal, Blakiuh, ,Kwanji,Sampidi, Abianbase dan Kapal Serta tetap dalam naungan kerajaan Mengwi.Sekitar abad 19 masehi warga Belayu dengan dipimpin oleh I Gusti Gede Oka dari PuriBelayu, sekitar 40 kepala keluarga menuju alas padang jerak dan bermaksud bermukim disana,karena dekat dengan Pura Titi Gantung. Setidaknya ditengah-tengah alas Padang Jerakrombongan I Gusti Gede Oka menemukan banyak tulang buron (Satwa), bahkan sampaimencapai ribuan. Dengan ditemukannya tulang-tulang satwa tersebut, maka secara sepontan.Beliau beserta rombongan menamakan tempat tersebut Banjar Seribupati.Disekitar Banjar Dinas Seribupati masih ada semak belukar merupakan bagian AlasPadang Jerak dan berselang beberapa puluh tahun, datang pengungsi baru yang berasal dariBanjar Babakan, Desa Buduk, Kecamatan Mengwi. Sesuai dengan nama asalnya maka daerahyang baru dibuka tersebut diberi nama Banjar Babakan. Mereka mengungsi karena mengikuti IdaPeranda Giri Pemayun. Setelah berdiam di Banjar Babakan ini, maka Ida Peranda beranjangsanaketengah-tengah alas Padang Jerak diiringi beberapa muridnya. Disana beliau menemukan batu bersinar, selanjutnya Beliau bersemedi semalam suntuk dan akhirnya batu bersinar itu di berinama batu Api. Mulai saat itu berangsur-angsur dimana ditemukan batu api tersebut dibangunsebuah Pura yang disebut Pura Yang Api, kini menjadi Pura Luhur Pucak Gni.
Disebelah utara Banjar Babakan masih merupakan alas Padang Jerak, namun kepemilikannya sebagian lagi dimiliki oleh Puri Perean. Beberapa tahun kemudian secara berturut-turut datang warga dari Banjar Berteh wilayah Perean Kangin untuk menetap disana. Karena jumlahnya banyak lalu pemungkiman tersebut menjadi satu Banjar lagi, dengan namaBanjar Padangaling, yang artinya kurang lebih pada eling. Karena lokasi itu sama-samangelingang (Mengingat).