Pura Gede Perancak

Perancak, Jembrana, KAB. JEMBRANA, BALI View Location

IDR 10.000,00

  • 0.0
(0 Review)

Book Now

Valid on selected dates Instant confirmation

Ticket Details

Validity period :

Quantity

Ticket

IDR 10.000,00 / Person

Total ( Ticket)

IDR

IDR 10.000,00

Lokasi

User Reviews

There are no reviews for this Attraction yet.

Buy this ticket and be the first to leave a review.

Other Info

1. Latar Belakang:
Pura Gede Perancak merupakan salah satu pura suci di Bali yang memiliki nilai sejarah dan spiritual tinggi. Pura ini dihormati sebagai tempat bersejarah di mana Dang Hyang Nirartha pertama kali mendarat di Bali. Oleh karena itu, pengelolaan dan kunjungan ke pura ini harus dilaksanakan dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab untuk menjaga kesucian dan kelestariannya.

2. Tujuan:
Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pengelolaan dan kunjungan ke Pura Gede Perancak dilakukan dengan cara yang menghormati nilai-nilai budaya dan agama, serta melindungi warisan sejarah dan lingkungan di sekitar pura.

3. Kebijakan Umum:
- Pelestarian Lingkungan: Pengelola pura harus memastikan bahwa lingkungan sekitar pura tetap bersih dan terawat. Tidak diperkenankan melakukan aktivitas yang dapat merusak alam, seperti membuang sampah sembarangan, merusak tanaman, atau mengganggu satwa di sekitar pura.
- Kesucian Pura: Pengunjung diwajibkan untuk menjaga kesucian pura dengan berpakaian sopan dan rapi. Sarung dan selendang wajib digunakan saat memasuki area pura. Pengunjung yang sedang berhalangan (haid) dilarang masuk ke area pura.
- Tata Tertib Kunjungan: Kunjungan ke Pura Gede Perancak diatur sesuai jadwal yang telah ditentukan. Pengunjung harus mengikuti arahan dari pengelola pura dan tidak mengganggu aktivitas keagamaan yang sedang berlangsung. Pengambilan gambar atau video di area pura hanya diperbolehkan di tempat-tempat yang diizinkan.

4. Kebijakan Khusus:
- Upacara Adat dan Keagamaan: Saat upacara adat atau keagamaan berlangsung, kunjungan wisatawan dapat dibatasi atau ditutup sementara. Semua pengunjung diharapkan untuk menghormati prosesi dan tidak melakukan aktivitas yang dapat mengganggu upacara.
- Konservasi dan Perawatan: Pengelola pura bertanggung jawab atas pemeliharaan struktur pura, termasuk bangunan, candi, dan fasilitas lain. Setiap renovasi atau perbaikan harus dilakukan sesuai dengan pedoman konservasi yang berlaku untuk menjaga keaslian dan integritas bangunan bersejarah.

5. Sanksi dan Penegakan:
Pengunjung atau pihak yang melanggar kebijakan ini akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk denda atau larangan kunjungan ke pura. Pengelola pura berhak untuk menegur atau meminta pengunjung yang tidak mematuhi peraturan untuk meninggalkan area pura.

6. Penutup:
Kebijakan ini berlaku untuk semua pengunjung dan pihak terkait yang beraktivitas di Pura Gede Perancak. Dengan mematuhi kebijakan ini, diharapkan kesucian, kelestarian, dan keindahan Pura Gede Perancak dapat terus terjaga untuk generasi mendatang.

Kebijakan ini dapat disesuaikan lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan lokal dan arahan dari pihak berwenang atau pengelola pura.

Description

Lokasi Pura Perancak terletak di Desa Perancak Kecamatan Negara.Pura menghadap ke arah Barat dengan panorama sungai Purancak yang panjang dan lebar merupakan daya tarik yang kuat.Air sungai sangat tenang seperti kolam, dan di seberang sungai tampak perladangan yang ditumbuhi pohon-pohon pantai yang berjajar. Pengembon Pura Dang Kahyangan Gede Perancak ini yang terdiri atas lima desa yakni : Perancak, Yeh Kuning, Sangkaragung, Budeng, dan Dangin Tukadaya. Setiap enam bulan sekali saat piodalan yang jatuh pada Anggara Kasih Medangsia ke lima desa ini secara bergantian melakukan piodalan.

Mengenai kisah perjalanan Danghyang Nirartha hingga tiba di perangcak, lebih jelas lontar dharma yatra. Dahyang Nirartha ada menyebutkan, setelah beberaa tahun bermukim di Blambangan, terjadi perselisihan, kesalahpahaman antara Crijuru (Raja Blambangan) dengan Danghyang Nirartha dan menuduh sang maha rsi memakai guna-gua. Tuduhann ini timbul akibat bau keringat Danghyang Nirartha selalu harum seperti minya bunga mawar sehingga setiap orang yang duduk berdekatan dengannya turut berbau harum, sekalipun tanpa menggunakan minyak wangi.

Pancaran suci dan charisma Danghyang Nirartha ternyata membuat seorang adik dari Raja Blambangan jatuh cinta pada rohaniwan ini. Sebelum persoalan melebar terlalu jauh persoalan terjadi sekaligus menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Danghyang Nirartha dengan mengajak istri dan 7 putra putrinya kemudian memilih berkemas-kemas hendak meninggalkan istana Blambangan dan menyebrang ke pulau Bali.

Pada suatu hari pada sekitar tahun icaka 14 atau tahun 1478 M menyebranglah Danghyang Nirartha bersama sang istri Sri Ratna Patni Keniten dan putra putrinya dengan melalui Segara Rupek (Selat Bali). Tiba di pantai Blambangan atas bantuan seorang nelayan , beliau diberi meminjam perahu (jukung) yang kondisinya sudah agak rusak (bocor). Jukung yang dimaksud akhirnya diberikan kepada istri dan putra-putrinya.Mengakali agar tak bocor, maka jukung ditutup dengan daun labu pahit pemberian dari warga Desa Menjaga.

Danghyang Nirartha sendiri memilih menyebrang lewat jalur lain menggunakan buah labu pahit yang isinya telah dibuang habis serta memakai tangan dan kakinya sebagai dayung dan kemudi. Tidak dikisahkan dalam pelayaran ini Danghyang Nirartha dengan selamat tanpa suatu halangan tiba di pantai Barat pulau Bali, dan ini adalah berkat bantuan labu pahit serta sudah kehendak Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Pada masih di tengah lautan Danghyang Nirartha berjanji bahwa seumur hidup beliau tidak akan mengganggu hidup waluh (labu) pahit apalagi memakannya, dan hal ini harus diikuti oleh para keturunannya.

Oleh karena Danghyang Nirartha lebih dulu sampai ke pulau Bali ini, sambil menunggu istri bersama putera putrinya, maka beliau berteduh dibawah pohon ancak.Setelah istri bersama putera putrinyatiba, maka beliau beristirahat beberapa hari.Di Jembrana kala itu berkuasa seorang Anglurah bernama I Gusti Ngurah Rangsasa.Anglurah ini mengemong sebuah pura bernama Pura Usang.Sekalipun sudah ada Anglurah, ternyata kehidupan masyarakat di sini bersifat “uraga pati”.Mereka masih dalam kegelapan, sukar mengendalikan hawa nafsu dan rendah budi pekertinya. Melihat kenyataan seperti itu, maka sang maharsi memberikan petuah serta pemahaman akan arti kebajikan. Maka banyaklah dating warga yang hendak mendapatkan pencerahan tentang ajaran agama.

Mendengar ada berita maharsi memberikan pencerahan ajaran agama, Anglurah Rangsasa hatinya tergugah.Suatu hari dia mendatangi Danghyang Nirartha untuk diajak sembahyang di Pura Usang.Rohaniwan ini tak hendak menolak, datanglah beliau ke Pura milik I Gusti Ngurah Rangsasa dan hendak menghanturkan sembah.Baru saja Danghyang Nirartha mengatupkan tangan hendak mulai sembahyang, pura ini ternyata pecah. Pecahnya Pura Usang sebagai tanda kekalahan I Gusti Ngurah Rangsasa dalam berdiskusi dengan sang maharsi. Anglurah ini akhirnya mohonn pamit dan memilih melanjutkan perjalanan hidup sebagai pertapa.

Sepeninggalan I Gusti Ngurah Rangsasa sekaligus untuk menghormati jasa-jasa Anglurah ini selama berkuasa, maka masyarakat setempat membangun tempat suci diberi nama Pura Ratu Gede Rangsasa. Pasca sepeninggalan I Gusti Ngurah Rangsasa, maka Danghyang Dwijendra bersama keluarga juga berpamitan pada waga hendak melanjutkan perjalanan melalui darat, didalam hutan belukar yang luas (Jimbar Wana). Nah, sepeniggal maharsi dari tempat pertama kali berteduh, maka warga kemudian menenang jasa-jasanya dengan membangun tempat suci yang diberi nama Pura Gede Perancak.

Other Recommendations

photo Menikmati Segarnya Air Di Grojogan Waterfall
photo Wisata Budaya Ngelawar Klungah
photo River Tubing di Desa Wisata Medewi
photo Surfing di Desa Wisata Medewi
photo Air Terjun Toya Amertha Bukit Blulang
Hubungi Kami